Profil Dan Sejarah Singkat Pondok Al Basyariyah Bandung Jawa Barat
1. Pesantren Al Basyariyah
a. Sejarah Singkat Pesantren
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan yang tumbuh dan
berkembang dalam adat, Budaya serta tradisi bangsa Indonesia, wajah dan
karakter keagamaan serta budaya islam indonesia bahkan budayanya sendiri
secara keseluruhan banyak dibentuk oleh pesantren, sehingga pada masa
penjajahan pondok pesantren merupakan kubu pertahanan yang memiliki
peranan penting bagi perjuangan bangsa, dan hingga saat ini eksistensi
pondok pesantren masih terus dipertahankan bahkan dikembangkan agar
dapat meningkatkan peranannya dalam usaha menciptakan manusia
seutuhnya, pesantren dalam masyarakat Indonesia merupakan sel sel hidup
atau unit dinamik yang tersebar di kampung kampung, desa desa, dan
perkotaan yang secara garis besarnya menyatu dalam sebuah jaringan yang
berfungsi mengislamkan masyarakat, dalam arti yang luas mencakup
pembimbingan dan pemeliharaan. Indikasi tumbuhnya lembaga pendidikan
yang berinspirasi pada lembaga pendidikan di timur tengah belum pasti
diketahui kapan terbentuknya, akan tetapi produk-produk hasil
pengemblengan lembaga ini telah merambah ke berbagai sektor kehidupan
dan ikut serta dalam pembangunan dan pengembangan bangsa Indonesia.
Pesantren terdiri dari komponen pokok seperti Kiayi, santri,
Madrasah, mesjid, dan pondok tempat tinggal yang lazim kita sebut Kobong,
dengan pekerjaan utama mengaji, solat berjamaah dan wirid. Karena
berorientasikan terhadap rancangan pendidikan yaitu kemasyarakatan, maka
pekerjaan utamanya itupun diwarnai dengan pembinaan dan pembekalan
yang diberikan kepada santrinya dalam fokus kemasyarakatan yang umum
dengan harapan setelah menyelesaikan studinya di pesantren, mereka mampu
57 berjuang di tengah tengah masyarakat dengan segala kemampuan yang
dimilikinya.
Kiayi dalam sebuah pesantren dipandang sebagai senter penerang dari
eksistensi lembaga tersebut. Maju mundur, besar kecilnya pondok tertumpu
pada sistem pengelolaan/manajemen seorang kiayi, pengembangannya sejalan
dengan berkembangnya tingkat kharismatik kiayi sebagai tokoh agama dan
masyarakat, biasanya salah seorang kiayi pejuang yang mampu melihat tanda
tanda zaman dan mampu menjawab tantangan tantangan besar yang
dihadapinya, dan dengan demikian beliau mampu mengembangkan
pesantrennya sesuai dengan tuntutan zaman. Faktor komunitas penduduk
pesantren yang lebih banyak akan lebih sulit pengelolaannya dibanding yang
lebih sedikit, hal ini adalah gambaran terhadap tuntutan efektifitas
manajemen seorang kiayi, sehingga kemajuan pesantren tetap
berkesinambungan dari pihak pendiri sampai kepada pihak pihak yang
dipercaya untuk lebih mengembangkan pondok pesantren dengan
manajemennya tersebut, agar tidak terjadi kematian pesantren bersamaan
dengan kematian seorang kiayi.
Disaat kebutuhan terhadap lembaga pembinaan akhlak, ilmu dan
sumber daya manusia yang konsekuen dan dapat dipercaya sulit didapat maka
pandangan pun akan menyudut pada model pesantren, Al Basyariyah sebagai
model pesantren yang beracuan terhadap hal hal yang terpaparkan diatas
mampu memberikan kontribusi yang lebih untuk pembinaan segala aspek
yang dibutuhkan dalam mengarungi bahtera kehidupan selanjutnya, dengan
pola pendidikan dan metoda pengelolaan pondok yang sangat disiplin.
“Buya” adalah panggilan akrab sesepuh pesantren yang bernama
lengkap KH. Saeful Azhar berani meletakkan segala jabatan dari
kepengurusan di pemerintahan demi memenuhi kebutuhan umat islam dalam
peningkatan ilmu akhlak dan agama, sehingga dengan bermodalkan sepetak
tanah wakap dari Abah.H. Basyari yang namanya diabadikan sebagai nama
pondok pesantren, beliau mampu meningkatkan populasi santri dari jumlah
12 orang menjadi ribuan jumlah santri didikannya, memperluas tanah wakap
58 tersebut sehingga pondok pesantren Al Basyariyah kini memiliki 4 kampus
yang luasnya hektaran, meningkatkan pembangunan fasilitas dari surau
tempat mengaji ke dua belas santrinya menjadi ratusan lokal pun dimilikinya.
Pondok Pesantren Al Basyariyah adalah Pondok Alumni Gontor yang
didirikan pada tahun 1982 oleh Buya Drs. KH. Saeful Azhar, terletak di
perkampungan tempat Eyang Cimindi keturunan Waliyullah Eyang Mahmud
yang pada zamannya me rupakan ulama tersohor di daerah Bandung Selatan.1
Pondok yang didirikan dari awal ini, kini telah berkembang menjadi
sebuah lembaga pendidikan yang memiliki luas tanah sekitar 17 ha. Kamar
tempat mondok santri yang pada mulanya hanya sebuah gubuk yang sangat
sederhana kini telah berjumlah ratusan lokal yang dapat menampung santri
lebih dari 2500 orang. Selain itu, sebagai lembaga pendidikan yang dinamis
dengan mengintegrasikan format pendidikan pesantren salafiyah dan
khalafiyah, Pondok Pesantren Al Basyariyah telah mengalami kemajuan pesat
lainnya. Alhamdulillah dalam perjalanan perjuangannya, Pondok Pesantren
Al Basyariyah telah meluluskan ribuan alumni yang tersebar di seluruh
wilayah Jawa Barat khususnya dan wilayah nusantara umumnya.
Pada saat ini Pondok Pesantren Al Basyariyah telah memiliki 4
kampus. Keempat kampus tersebut tersebar di berbagai daerah di Bandung,
yaitu: 1.) Kampus I di Cibaduyut Kota Bandung, 2.) Kampus II di
Cigondewah Hilir Margaasih Kab. Bandung, 3.) Kampus III di Arjasari Kab.
Bandung, dan 4.) Kampus IV di Cikungkurak Caringin Kota Bandung.
Eksistensi Pondok Pesantren Al Basyariyah sebagai lembaga
pendidikan formal telah diakui oleh negara dengan terakreditisinya MA PP Al
Basyariyah dengan predikat A (amat baik/unggul) sesuai piagam akreditasi
Badan Akreditasi Provinsi Jawa Barat No.02.00/535/BAP-SM/XI/2010,
terakreditasinya MTs PP Al Basyariyah dengan predikat A (amat
baik/unggul) oleh Kementerian Agama sesuai piagam akreditasi Kementerian
Agama Kanwil Provinsi Jawa Barat No.A/kw.10.4/MTs/04/142/2006, serta disetarakannya TMI PP Al Basyariyah dengan SMA Negeri dan MA Negeri
sesuai SK MENDIKNAS No.240/C/Kep/MN/2003 dan keputusan Dirjen
Pendidikan Islam No.2852 Tahun 2015 Sehingga ijazah yang dikeluarkan
TMI PP Al Basyariyah sebagai tanda kelulusan bisa digunakan sebagai salah
satu kelengkapan persyaratan melanjutkan studi ke berbagai perguruan tinggi
negeri dan swasta di dalam maupun di luar negeri.2
Pesantren Al-Basyariyah ini berkembang menjadi pesantren yang
bertahan di tengah-tengah era globalisasi dan eksistensi sekolah umum yang
lebih modern dan berkembang dimana-mana. Eksistensi pesantren ini
dipertaruhkan dengan keadaan di mana segala informasi mudah diakses oleh
masyarakat sehingga membentuk pribadi masyarakat yang cenderung lebih
kritis terhadap gejala di dalam masyarakat. Proses globalisasi ini memang
menjadi tantangan tersendiri bagi perkembangan pesantren yang umumnya
cenderung tradisional. Pesantren Al-Basyariyah lahir diawali dengan
keinginan seseorang yang menguasai ilmu Agama Islam yang bernama K.H.
Saeful Azhar. Dia mengajarkan dan menyebarkan Agama Islam di daerah
Cikungkurak jalan Caringin Kota Bandung dan membangun masjid yang
sederhana dekat rumahnya pada 1980 sebagai lembaga pengajian yang
dipimpinnya. Keberhasilan dalam mengembangkan agama di daerah tersebut
menyebabkan lembaga pengajian tersebut berkembang menjadi sebuah
lembaga yang bernama pesantren tradisional (pesantren salafi).
3
Pada mulanya kegiatan-kegiatan yang ada di Pesantren Al-Basyariyah
hanya berupa Majelis Ta„lim, yaitu pengajian umum untuk ibu-ibu yang
diselenggarakan pada malam minggu, dan pengajian untuk bapak-bapak yang
diselenggarakan pada malam jum‟at.4
Sehingga dari situ berkembangannya
pesantren ini diawali hingga sekarang memiliki 4 cabang di Bandung.
Dengan semakin berkembangnya zaman Pesantren Al Basyariyah pun
mempunyai struktur kepenguruan dalam mengembangkan pesantren.
Pendidikan merupakan suatu aktifitas yang harus dilalui oleh setiap
individu, karena pendidikan adalah proses pembentukan individu dalam
dimensi sebagai anggota masyarakat dan makhluk ciptaan tuhan, sedemikian
pentingnya pendidikan, maka setiap pihak melakukan upaya mewujudkan dan
menumbuhkembangan dengan sistem yang beraneka ragam, setiap lembaga
yang kehadirannya dirasa penting dalam penting dalam pendidikan, pada
gilirannya diharapkan akan mampu menyumbangkan konsekuensi moral
dalam pendidikan.
Pondok pesantren Al Basyariyah sebagai lembaga yang telah berdiri
secara bertahap bertahap mencoba memberikan konsekuensi tersebut bagi
masyarakat dalam bentuk yang lain dan berkesinambungan, sehingga dalam
rangka memepersiapkan generasi yang utuh dan siap pakai dapat terbimbing
secara terus menerus, dalam konsep ini pondok pesantren Al Basyariyah
memiliki suatu sistem pendidikan dan pengajaran yang dikemas dalam suatu
paket pendidikan bernamakan Tarbiyyatul Muallimin wal Muallimat Al
Islamyyah.
Menjadi suatu tanggung jawab besar bagi seorang kiayi untuk
mengurus kehidupan santri dari mulai mereka menghirup udara pagi sampai
memejamkan mata mereka kembali, karena hal tersebut Buya selaku pendiri
dan sekaligus motorik lajunya kehidupan santri mestilah mempertajam
manajemen kepengurusan pondok agar terus berjalan lancar.
Kepercayaan beliau kepada Rois Cabang kampus I dan kampus III
serta kampus IV menjadikan beliau lebih leluasa untuk menjadikan kampus II
Cigondewah hilir-Rahayu-margaasih sebagai kampus pusat dalam
pengelolaan segala aspek kebutuhan yang diperlukan oleh seluruh santri dan
pondok pesantren pada setiap harinya.
Pengimplentasian bentuk disiplin dari segala aspek kehidupan
santrinya merupakan senjata yang beliau jadikan untuk pengembangan
kualitas dan kuantitas, selain berdoa dan tahajud bersama, sehingga tak
61
salahlah kalau seorang kiayi memarahi peserta didiknya apabila mereka salah
karena satu orang untuk menghadapi seribu orang lebih akan sulit
pengelolaannya kecuali dengan bermodalkan disiplin, maka dengan
pandangan orang terhadap apa yang dimiliki tokoh yang merupakan atribut
yang disandangkan pada pribadi yang kharismatik itu lebih hebat daripada
kenyataan kemampuannya sebagai pemimpin.
Kiayi kharismatik ditambah kenyataan beliau pendiri sekaligus
pemilik Pondok pesantren, mempunyai pengaruh dominan, beliau bukan
berpengaruh pada lahirnya saja akan tetapi beliau juga sangat berpengaruh
pada batin santri dan seluruh tenaga pengelola.
Dengan demikian kepemimpinan kharismatik Buya selaku kiayi
merupakan modal potensial untuk penataan pesantren disamping beliau
mempunyai wawasan luas dibidang keagamaan dan sosial budaya yang
umum serta pengelolaan yang efektif yang beliau miliki, sehingga beliau
dapat memperoleh dana dengan tidak terlalu sulit untuk membangun sarana
fisik pesantren dan tidak sulit menggerakkan orang-orang yang ada dibawah
pengaruhnya.